Pages - Menu

Sabtu, 31 Januari 2015

PERKAP NO.3 TAHUN 2014 TGL 3 FEBRUARI 2014 TENTANG PENATABUKUAN MANUAL DI LINGKUNGAN POLRI

PERATURANKEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 3  TAHUN  2014

TENTANG

PENATABUKUAN MANUAL
DI LINGKUNGAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA,





Menimbang
:
a.           bahwa dalam rangka melaksanakan tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia, diperlukan anggaran dari keuangan negara yang dikelola secara tertib, efisien, efektif, dan transparan melaluipertanggungjawabankeuangan negara;

b.           bahwa salah satu bentuk pertanggungjawaban keuangan negara dilaksanakan melalui penatabukuan manual sebagai pelengkap laporan keuangan yang telah diproses dengan menggunakan aplikasi sistem akuntansi pemerintahan;

c.            bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan peraturanKepala Kepolisian Negara Republik Indonesia tentang Penatabukuan Manual dilingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Mengingat
:
1.           Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 2, Tambahan Lembaran NegaraRepublik Indonesia Nomor 4168);

2.           Undang-UndangNomor 17 tahun 2003 tentangKeuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 17, Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 4286);

3.           Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);

4.           Peraturan Presiden Nomor 52 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kepolisian Negara Republik Indonesia.




MEMUTUSKAN:

Menetapkan
:
PERATURANKEPALAKEPOLISIAN NEGARA REPUBLIKINDONESIATENTANGPENATABUKUANMANUALDILINGKUNGANKEPOLISIANNEGARAREPUBLIK INDONESIA.


BAB  I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan:
1.           Kepolisian Negara Republik Indonesia yang selanjutnya disingkat Polri adalah alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri.
2.           Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
3.           Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran yang selanjutnya disingkat DIPA adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang disusun oleh Menteri atau pimpinan lembaga selaku pengguna anggaran dan disahkan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara (BUN).
4.           Satuan Kerja yang selanjutnya disingkat Satker adalah unit organisasi lini yang melaksanakan kegiatan Polri dan memiliki kewenangan serta tanggung jawab penggunaan anggaran.
5.           Bendahara Pengeluaran adalah Pegawai Negeri Pada Polri yang diangkat oleh Kapolri yang bertugas untuk menerima, menyimpan, membayar, menatausahakan dan mempertanggungjawabkan uang yang berada dalam pengelolaannya.
6.           Penatabukuan manual adalah segala usaha dan kegiatan untuk mencatat semua transaksi keuangan secara teratur dengan menggunakan suatu sistem tertentu dalam rangka penyusunan laporan dan pertanggungjawaban keuangan.
7.           Pertanggungjawaban Keuanganadalah dokumen laporan  keuangan yang dilengkapi dengan bukti-bukti penerimaan dan pengeluaran uang yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
8.           Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat SPM adalah dokumen yang diterbitkan oleh Pejabat Penandatangan SPM (PPSPM) untuk mencairkan dana yang bersumber dari DIPA.
9.           Surat Perintah Pencairan Dana yang selanjutnya disebut SP2D adalah surat perintah yang diterbitkan oleh KPPN selaku Kuasa BUN untuk pelaksanaan pengeluaran atas beban APBN berdasarkan SPM.
10.        Anggaran yang bersifat khusus adalah anggaran Polri yang bersifat kontinjensi, darurat, atau mendadak yang secara teknis pencairannya dilaksanakan oleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia c.q. Kepala Pusat Keuangan (Kapuskeu) Polri.
11.        Penerimaan Negara Bukan Pajak yang selanjutnya disingkat PNBP adalah seluruh penerimaan pemerintah pusat yang tidak berasal dari penerimaan perpajakan.
12.        Surat Setoran Bukan Pajak yang selanjutnya disingkat SSBP adalah surat setoran yang digunakan atas PNBP (selain Pajak dan Cukai) dan penerimaan non anggaran.
13.        Surat Setoran Pajak yang selanjutnya disingkat SSP adalah surat yang digunakan Wajib Pajak untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang.
14.        Nomor Transaksi Bank/Pos yang selanjutnya disingkat NTB/P adalah nomor bukti transaksi penyetoran penerimaan Negara yang diterbitkan oleh bank/pos/devisa persepsi.
15.        Nomor Transaksi Penerimaan Negara yang selanjutnya disingkat NTPN adalah nomor yang tertera pada bukti penerimaan Negara yang diterbitkan melalui Modul Penerimaan Negara (MPN).
16.        Nomor Penerimaan Potongan yang selanjutnya disingkat NPP adalah nomor bukti transaksi penerimaan Negara yang berasal dari potongan SPM yang diterbitkan.
17.         Perhitungan Fihak Ketiga yang selanjutnya disingkat PFK adalah sejumlah dana yang Dipotong langsung dari gaji pokok dan tunjangan keluargapegawainegeri/pejabat Negara, daniuranasuransikesehatan yang disetorolehpemerintahsertatabunganperumahanPegawaiNegeriSipilPusat/ DaerahuntukdisalurkankepadaPihakKetiga.

Pasal2

Tujuan peraturan ini:
a.           sebagai pedoman penyelenggaraan penatabukuan manual di lingkungan Polri; dan
b.           terwujudnya tertib administrasi dan pelaporan keuangan sesuai dengan prinsippenatabukuan.

Pasal 3

Prinsip dalam peraturan ini meliputi:
a.           legalitas, yaitu penyelenggaraan penatabukuan manual sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
b.           akuntabilitas, yaitu penyelenggaraan penatabukuan manual dapat dipertanggungjawabkan;
c.            transparan, yaitu penyelenggaraan penatabukuan manual dilaksanakan secara jelas dan terbuka; dan

d.           proporsional, yaitu data yang dicatat dalam penatabukuan manual sesuai dengan dokumen yang ada.

Pasal 4

(1)         Penatabukuan manual dilaksanakan pada:
a.            tingkat Satker;
b.           tingkat Wilayah; dan
c.            tingkat Pusat.
(2)         Dalam melaksanakan penatabukuan manual menggunakan buku-buku yang terdiri dari:
a.            buku harian;
b.           buku pembantu; dan
c.            buku tambahan.

BAB II
PELAKSANAANPENATABUKUAN
Bagian Kesatu
Tingkat Satker
Paragraf 1
Pelaksana
Pasal 5

(1)         Penatabukuanmanualtingkat Satker dilaksanakanoleh Bendahara Pengeluaran.
(2)         Bendahara Pengeluaran sebagai pelaksana penatabukuan manual wajib:
a.            mencatat dan membukukan semua penerimaan dan pengeluaran keuangan negara; dan
b.           mempertanggungjawabkan keuangan yang berada dalam pengurusannya.

Paragraf 2
Buku Harian
Pasal 6
(1)         Buku harianwajib dikerjakan oleh Bendahara Pengeluaran setiap hari, yang terdiri dari:
a.            buku kas bank;
b.           buku penerbitan SPM; dan
c.            buku penerimaan SP2D.
(2)         Buku Kas Bank sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a digunakan untuk mencatat semua transaksi penerimaan dan pengeluaran uang negara beserta perubahannya baik secara tunai maupun melalui bank yang menjadi tanggung jawab Bendahara Pengeluaran.
(3)   Buku ….
(3)         Buku Penerbitan SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b digunakan untuk mencatat semua penerbitan SPM.
(4)         Buku Penerimaan SP2D sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c digunakan untuk mencatat semua penerimaan SP2D yang diterbitkan Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN).
(5)         Format buku harian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam lampiran “A.1” yang merupakan bagian tidak terpisahkan dalam peraturan ini.

Paragraf 3
Buku Pembantu

Pasal 7

(1)         Buku pembantu wajib dikerjakan setiap bulan oleh Bendahara Pengeluaran, yang terdiri dari:
a.            buku pengawasan piutang;
b.           buku pengawasan utang;
c.            buku pengawasan hibah;
d.           buku pengawasan anggaran khusus;
e.            buku pengawasan penerimaan dan penyetoran pendapatan negara; dan
f.             buku pengawasan penerimaan dan pengeluaran lain-lain.
(2)         Buku pengawasan piutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a digunakan untuk mencatat dan mengawasi secara rinci semua piutang yang berasal dari personel dan pihak ketiga kepada negara.
(3)         Buku pengawasan utang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b digunakan untuk mencatat dan mengawasi secara rinci semua utang yang diakui secara sah menjadi tanggungan negara.
(4)         Buku pengawasan hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c digunakan untuk mencatat dan mengawasi secara rinci semua hibah dari pihak ketiga yang dinilai dengan mata uang rupiah baik yang sudah maupun belum diregistrasi.
(5)         Buku pengawasan anggaran khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d digunakan untuk mencatat secara rinci penerimaan dan pengeluaran anggaran maupun dana sebagai sarana pengawasan terhadap pelaksanaan anggaran dan dana yang bersumber dari anggaran bersifat khusus.
(6)         Buku pengawasan penerimaan dan penyetoran pendapatan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e digunakan untuk mencatat dan mengawasi secara rinci penerimaan dan penyetoran:
a.            PFK;
b.           pajak dengan bukti SSP; dan
c.            PNBPdengan bukti SSBP.



(7)         SSP dan SSBP sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf b dan huruf c, dicatat pada penatabukuan manual dilakukan apabila telah mendapat NPP, NTP, NTPN dan NTBkecuali ditetapkan lain sesuai peraturan perundang-undangan.
(8)         Buku pengawasan penerimaan dan pengeluaran lain-lain sebagaimana dimaksudpada ayat (1) huruf f digunakan untukmencatat dan mengawasi penerimaan dan pengeluaran dana yang bersumber diluar APBN, PNBP dan Hibah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(9)          Format buku pembantu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam lampiran “A.2” yang merupakan bagian tidak terpisahkan dalam peraturan ini.

Paragraf 4
Buku Tambahan

Pasal 8

(1)         Buku tambahan digunakan sebagai masukan data buku pembantu, yang terdiri dari:
a.            kartu piutang;
b.           kartu utang;
c.            kartu hibah;
d.           kartu anggaran khusus;
e.            kartu penerimaan dan penyetoran pendapatan negara; dan
f.             kartu penerimaan dan pengeluaran lain-lain.
(2)         Kartu piutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a digunakan untuk mencatat dan mengawasi piutang perorangan maupun pihak ketiga kepada negara.
(3)         Kartu utang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b digunakan untuk mencatat dan mengawasi utang negara kepada pihak ketiga.
(4)         Kartu hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c digunakan untuk mencatat dan mengawasi penerimaan dan pengeluaran hibah.
(5)         Kartu anggaran khusus sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf d digunakan untuk mencatat penerimaan anggaran, penerimaan dan pengeluaran dana agar setiap saat dapat diketahui sisa anggaran dan dana yang masih tersedia.
(6)         Kartu pengawasan penerimaan dan penyetoran pendapatan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e digunakan untuk mencatat dan mengawasi penerimaan PFK, penyetoran pajak dan PNBP.
(7)         Kartu penerimaan dan pengeluaran lain-lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f digunakan untuk mencatat penerimaan dan pengeluaran dana yang bersumber diluar APBN, PNBP dan Hibah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(8)         Buku tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berfungsi sebagai alat kontrol dan tidak termasuk dalam kelengkapan laporan keuangan Bendahara Pengeluaran.


(9)         Format buku tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam lampiran “A.3” yang merupakan bagian tidak terpisahkan dalam peraturan ini.

Bagian Kedua
Tingkat Wilayah
Paragraf 1
Pelaksana
Pasal 9
(1)          Penatabukuanmanualtingkat wilayah dilaksanakanoleh Kepala bidang keuangan (Kabidkeu).
(2)          Kabidkeumelaksanakan kegiatan pencatatan:
a.            penerimaan tembusan Keputusan Otorisasi Kapolri(KOK) dan Perintah Pelaksanaan Kegiatan (P2K);
b.           penerimaan Nota Pemindahbukuan Kapolri (NPBK) dari Kapuskeu Polri;
c.            pembayaran kepada Bendahara Pengeluaran atau pihak ketiga;
d.           penerimaan dan penyetoran pendapatan Negara;
e.            pengawasan pelaksanaan anggaran dan dana;dan
f.             penerimaan, verifikasi dan kompilasi data Laporan Keuangan tingkat Satker.

Paragraf 2
Buku Harian
Pasal 10
(1)         Buku harian wajib dikerjakan oleh Kabidkeu selaku penerima dan penyalur anggaran bersifat khusus berupa Buku Kas Bank yang merupakan kelengkapan pertanggungjawaban keuangan.
(2)         Buku Kas Bank digunakan untuk mencatat semua transaksi penerimaan dan pengeluaran uang negara serta perubahannya baik secara tunai maupun melalui bank yang menjadi tanggung jawab Kabidkeu.
(3)         Format buku Kas Bank sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam lampiran “B.1” yang merupakan bagian tidak terpisahkan dalam peraturan ini.

Paragraf 3
Buku Pembantu
Pasal 11
(1)         Buku pembantu merupakan buku yang wajib dikerjakan setiap bulan oleh Kabidkeu dan termasuk kelengkapan pertanggungjawaban keuangan.
(2)         Bukupembantu, terdiri dari:
b.           buku penerimaan dan pengeluaran dana;
c.            buku pengawasan anggaran khusus;
 d.           buku pengawasan penerimaan dan penyetoran pendapatan negara;
e.            buku gabungan kas bank;
f.             buku gabungan penerbitan SPM;
g.            buku gabungan penerimaan SP2D;
h.           buku gabungan pengawasan piutang;
i.             buku gabungan pengawasan utang;
j.             buku gabungan pengawasan hibah;
k.           buku gabungan pengawasan anggaran khusus;
l.             buku gabungan pengawasan penerimaan dan penyetoran pendapatan negara; dan
m.          buku gabungan pengawasan penerimaan dan pengeluaran lain-lain.

(3)          Format buku pembantu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam lampiran “B.2” yang merupakan bagian tidak terpisahkan dalam peraturan ini.

Pasal 12
(1)         Bukupenerimaan dan penerbitanotorisasisebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf a digunakanuntukmencatat dan mengawasi secara rincipenerimaantembusan KOK dan tembusaP2K.
(2)         Buku penerimaan dan pengeluaran dana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11ayat (2) huruf b digunakan untuk mencatat dan mengawasi secara rincipenerimaan NPBK dan pengeluaran dana.
(3)         Buku pengawasan anggaran khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11ayat (2) huruf c digunakan untuk mencatat secara rinci penerimaan dan pengeluaran dana sebagai saranapengawasan terhadap pelaksanaan anggaran dan dana yang bersumber dari anggaran bersifat khusus.
(4)         Buku pengawasan penerimaan dan penyetoran pendapatan negara sebagaimana dimaksuddalam Pasal 11 ayat (2) huruf d digunakan untuk mencatat dan mengawasi secara rincipenerimaan dan penyetoran pendapatan negara.
(5)         Buku gabungan kas bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf e digunakan untukmengkompilasi data Buku Kas Bank dan mengetahui sisa danaakhir bulan pada:
a.            Bendahara Pengeluaran; dan
b.           Bidkeu untuk Anggaran yang bersifat Khusus.
(6)         Buku gabungan penerbitan SPM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11ayat (2) huruf f digunakan untuk:
a.            mengkompilasi data Buku Penerbitan SPM; dan
b.           mengetahui dan mengawasi penyerapan anggaran dari seluruh Satker.

(7)          Buku gabungan penerimaan SP2D sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf g digunakan untuk:
a.            mengkompilasi data Buku Penerimaan SP2D; dan
b.           mengetahui dan mengawasi penyerapan anggaran dari seluruh Satker.
(8)         Buku gabungan pengawasan piutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf h digunakan untuk:
a.            mengkompilasi data Buku Pengawasan Piutang Bendahara Pengeluaran; dan
b.           mengetahui dan mengawasi sisa piutang.
(9)         Buku gabungan pengawasan utang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11ayat (2) huruf i digunakan untuk:
a.           mengkompilasi data Buku Pengawasan Utang Bendahara Pengeluaran; dan
b.           mengetahui dan mengawasi sisa utang.
(10)      Buku gabungan pengawasan hibah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11ayat (2) huruf j digunakan untuk:
a.            mengkompilasi data Buku Pengawasan Hibah Bendahara Pengeluaran;
b.           mengetahuimengawasi penerimaan dan pengeluaran hibah bentuk uang; dan
c.            mengawasi penerimaan hibah bentuk barang/jasa.
(11)      Buku gabungan pengawasan anggaran khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11ayat (2) huruf k digunakan untuk:
a.           mengkompilasi data Buku Pengawasan Penerimaan dan Pengeluaran Anggaran Khususpada Bendahara Pengeluaran; dan
b.           mengawasi sisa dana maupun sisa anggaran bersifat khusus.
(12)      Buku gabungan pengawasan penerimaan dan penyetoran pendapatan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf l digunakan untuk:
a.            mengkompilasi Buku Pengawasan Penerimaan dan Penyetoran Pendapatan Negara padaBendahara Pengeluaran; dan
b.           mengawasi secara rinci penerimaan dan penyetoran PFK, pajak dan PNBP yang dilaksanakan oleh Bendahara Pengeluaran.
(13)      Buku gabungan pengawasan penerimaan dan pengeluaran lain-lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf m digunakan untuk:
a.            mengkompilasi data Buku Pengawasan Penerimaan dan pengeluaran Lain-lain tingkat Satker; dan
b.           mengetahui serta mengawasi penerimaan,penggunaan atau pengeluaran dana yang bersumber diluar APBN, PNBP dan Hibah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.





Paragraf 4
Buku Tambahan
Pasal 13
(1)         Buku tambahan digunakan sebagai masukan data buku pembantu,terdiri dari:
a.            kartu pengawasan anggaran dan dana; dan
b.           kartu pengawasan penerimaan dan penyetoran pendapatan negara.
(2)         Buku tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berfungsi sebagai alat kontrol dan tidak termasuk dalam kelengkapan laporan keuangan tingkat wilayah.
(3)         Kartu Pengawasan Anggaran dan Dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a digunakan untuk:
a.            mencatat KOK, P2K, NPBK dan pengeluaran dana agar setiap saat dapat diketahui anggaran dan dana yang masih tersedia;
b.           mengetahui sisa anggaran dan dana yang masih tersedia; dan
c.            sumber data dalam pengisian Buku Pengawasan Anggaran Khusus.
(4)         Kartu Pengawasan Penerimaan dan Penyetoran Pendapatan Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b digunakan untuk mencatat dan mengawasi penerimaan maupun penyetoran pendapatan negara.
(5)         Format buku tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam lampiran “B.3” yang merupakan bagian tidak terpisahkan dalam peraturan ini.
Bagian Ketiga
Tingkat Pusat
Paragraf 1
Pelaksana
Pasal 14
Penatabukuanmanualtingkat pusat dilaksanakanoleh Kepala Pusat Keuangan (Kapuskeu) Polri, dan dalam pelaksanaannya oleh:
a.           BidangPembiayaan (Bidbia) Puskeu Polri; dan
b.           Bidang Akuntansi dan Pelaporan Keuangan (Bid APK) Puskeu Polri.

Pasal 15
(1)         Bidbia Puskeu Polri melaksanakan kegiatan pencatatan:
a.            alokasi anggaran DIPA Puskeu Polri yang bersifat khusus;
b.           penerimaan tembusan KOK;
c.            penerbitan NPBK; dan
d.           penerimaan dan penyetoran pendapatan negara.
(2)         Bid APK Puskeu Polri melaksanakan kegiatan menerima, verifikasi dan mengkompilasi penatabukuan manual Bidbia Puskeu Polri dan tingkat wilayah.




Paragraf 2
Buku Harian
Pasal 16
(1)          Bidbia Puskeu Polri wajib mengerjakan Buku Harian berupa Buku Kas Bank.
(2)         Buku Kas Bank digunakan untuk mencatat semua transaksi penerimaan dan pengeluaran uang negara serta perubahannya melalui bank yang menjadi tanggung jawab Kapuskeu Polri.
(3)         Format buku Kas Bank sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam lampiran “C.1” yang merupakan bagian tidak terpisahkan dalam peraturan ini.

Paragraf 3
Buku Pembantu
Pasal 17
Buku pembantu merupakan buku yang wajib dikerjakan setiap bulan oleh Bidbia Puskeu dan Bid APK Puskeu Polri.

Pasal 18
(1)         Buku pembantu Bidbia Puskeu Polri terdiri dari:
a.            buku penerimaan otorisasi;
b.           buku penerbitan NPBK;
c.            buku pengawasan anggaran dan dana; dan
d.           bukupengawasanpenerimaan dan penyetoranpendapatan negara.
(2)         Buku penerimaan otorisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a digunakan untuk mencatat dan mengawasi secara rinci semua penerimaan tembusan KOK yang diterbitkan oleh Kapolri.
(3)         Buku penerbitan NPBK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b digunakan untuk mencatat dan mengawasi secara rinci semua penerbitan NPBK dari Kapuskeu Polri sesuai dengan KOK yang diterbitkan oleh Kapolri.
(4)         Buku pengawasan anggaran dan dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c digunakan untuk:
a.            mencatat secara rinci semua penerimaan anggaran yang bersifat khusus yang ada pada DIPA maupun penerimaan tembusan KOK per sumber anggaran, per program dan per kode akun;
b.           mencatat secara rinci semua penerimaan SP2D serta penerbitan NPBK per sumber anggaran, per program dan per kode akun;
c.            mengetahui perbandingan antara DIPA dengan KOK;
d.           mengetahui perbandingan antara KOK dengan penerbitan NPBK;
e.            mengetahui perbandingan antara DIPA, KOK, SP2D dan NPBK; dan
f.             mengetahui sisa anggaran dan sisa dana.
(5)         BukuPengawasanPenerimaan dan PenyetoranPendapatan Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d digunakanuntukmencatat dan mengawasi secara rincisemuapenerimaan dan penyetoran pendapatan negara.

(6)         Format buku pembantu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam lampiran “C.2” yang merupakan bagian tidak terpisahkan dalam peraturan ini.

Pasal 19
Buku pembantu Bid APK Puskeu Polri terdiri dari:
a.           buku gabungan kas bank;
b.           buku gabungan penerimaan dan penerbitan otorisasi;
c.            buku gabungan pengawasan penerbitan SPM;
d.           buku gabungan pengawasan penerimaan SP2D;
e.            buku gabungan pengawasan anggaran khusus;
f.             buku gabungan pengawasan piutang;
g.           buku gabungan pengawasan utang;
h.           buku gabungan pengawasan hibah;
i.             bukugabungan pengawasan penerimaan dan penyetoran pendapatan negara; dan
j.             buku gabungan pengawasan penerimaan dan pengeluaran lain-lain.

Pasal 20
(1)         Buku Gabungan Kas Bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19huruf a digunakan untuk mengkompilasibuku kas bank Bidbia Puskeu dan buku gabungan kas bank tingkat wilayah,untuk mengetahui serta mengawasi sisa dana akhir bulan di lingkungan Polri.
(2)         Buku gabungan penerimaan dan penerbitan otorisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf b digunakan untuk mencatat dan mengawasi secara rinci semua penerimaan, penerbitan serta sisa otorisasi di lingkungan Polri.
(3)         Buku gabungan pengawasan penerbitan SPM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf c digunakan untuk mengkompilasi buku gabungan penerbitan SPM tingkat wilayah serta mengawasi penyerapan anggaran di lingkungan Polri.
(4)         Buku gabungan pengawasan penerimaan SP2D sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf d digunakan untuk mengkompilasi buku  gabunganpenerimaan SP2D tingkat wilayah serta mengawasi penerimaandanadi lingkungan Polri.
(5)         Buku gabungan pengawasan anggaran khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf e digunakan untuk mengkompilasi buku gabungan pengawasan anggaran khusus tingkat wilayah serta mengawasi sisa dana maupun sisa anggaran yang bersumber dari anggaran bersifat khusus di lingkungan Polri.
(6)         Buku gabungan pengawasan piutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf f digunakan untuk mengkompilasi buku gabungan pengawasan piutang tingkat wilayah dan mengawasi sisa piutang di lingkungan Polri.
(7)         Buku gabungan pengawasan utang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf g digunakan untuk mengkompilasi buku gabungan pengawasan utang tingkat wilayah dan mengawasi sisa utang di lingkungan Polri.


(8)         Buku gabungan pengawasan hibah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf h digunakan untuk mengkompilasi buku gabungan pengawasan hibah tingkat wilayah dan mengawasi penerimaan hibah di lingkungan Polri.
(9)         Buku gabungan pengawasan penerimaan dan penyetoran pendapatan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf i digunakan untuk mengkompilasi buku gabungan pengawasan penerimaandan penyetoran pendapatannegara tingkat wilayah maupun tingkat Pusat serta mengawasi secara rinci semua penerimaan danpenyetoran PFK, pajak dan PNBP di lingkungan Polri.
(10)      Buku Gabungan Pengawasan Penerimaan dan Pengeluaran Lain-lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf j digunakan untuk:
a.            mengkompilasi data Buku Pengawasan Penerimaan dan Pengeluaran Lain-lain tingkat Wilayah; dan
b.           mengetahui serta mengawasi penerimaan,penggunaan atau pengeluaran dana yang bersumber diluar APBN, PNBP dan Hibah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;
(11)      Format buku pembantu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 tercantum dalam lampiran “C.3” yang merupakan bagian tidak terpisahkan dalam peraturan ini.

Paragraf 4
Buku Tambahan
Pasal21
(1)         Buku tambahan digunakan sebagai masukan data buku pembantu yang dilaksanakan Bidbia Puskeu Polri, terdiri dari:
a.            kartu pengawasan anggaran dan dana; dan
b.           kartu pengawasan penerimaan dan penyetoran pendapatan negara.
(2)         Kartu Pengawasan Anggaran dan Dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a digunakan untuk:
a.            mencatat penerimaan DIPA, KOK, SP2D dan penerbitan NPBK;
b.           mengetahui sisa anggaran dan dana yang masih tersedia; dan
c.            sumber data dalam pengisian Buku Pengawasan Anggaran dan Dana.
(3)         Kartu Pengawasan Penerimaan dan Penyetoran Pendapatan Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b digunakan untuk mencatat dan mengawasi penerimaan maupun penyetoran pendapatan negara.
(4)         Buku tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berfungsi sebagai alat kontrol dan tidak termasuk dalam kelengkapan laporan keuangan Bidbia Puskeu Polri.
(5)         Format buku tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam lampiran “C.4” yang merupakan bagian tidak terpisahkan dalam peraturan ini.



Bagian Keempat
Tata Cara Pencatatan
Pasal 22
Setiap transaksi yang dicatat pada buku harian, buku pembantu dan buku tambahan dilaksanakan sebagai berikut:
a.           pencatatan pada buku kas bank diberi nomor urut dimulai dengan nomor urut 1 (satu)secara berkelanjutan menurut urutan waktu transaksi dalam 1 (satu) tahun anggaran;
b.           pencatatan pada buku selain Buku Kas Bank diberi nomor urut1 (satu) secara berkelanjutan menurut urutan waktu transaksi dalam 1 (satu) bulan; dan
c.            penulisandalamsetiapbuku menggunakankalimat yang singkat, jelasdanmudahdimengerti.

BAB III
PELAPORAN
Pasal 23
Laporan penatabukuan manual tingkat Satker dikirim kepada Kabidkeusetiap bulan dan sudahditerima paling lambat pada tanggal  7bulan berikutnya.

Pasal 24
Laporan penatabukuan manual tingkat wilayah dikirim kepada Kapuskeu Polri setiap bulan dan sudah diterima paling lambatpada tanggal  12 bulan berikutnya.

Pasal 25
Laporan penatabukuan manual tingkat Pusatyang dilaksanakan:
a.        Bidbia Puskeu Polri dikirimkan kepada Kabid APK Puskeu Polri setiap bulan dan sudah diterima paling lambat tanggal 7 bulan berikutnya; dan
b.        Bid APK Puskeu Polri dikirimkan oleh Kapuskeu Polri kepada Kapolri setiap bulan dan sudah diterima paling lambat tanggal 25 bulan berikutnya.

BAB IV
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 26

Pada saat peraturan ini mulai berlaku:
a.           Surat Keputusan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. Pol: Skep/556/VII/2005 tanggal 18 Juli 2005 tentang Penatabukuan Manual Tingkat Bendahara Satuan Kerja di Lingkungan Polri; dan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar